Selasa Kliwon, 19 Maret 2024


Sejarah Ilmu Hipnotis


ilmu hipnotis

Selama berabad-abad hipnotisme menjadi korban salah pengertian. la diidentikkan dengan takhayul dan ilmu hitam (black magic). Namun toh, hipnotisme tetap tumbuh dan semakin berkembang hingga hari ini. Banyak orang mempelajarinya secara rasional, dan kemudian mempraktikkannya, termasuk mereka yang mempraktikkan ilmu ini dalam dunia hiburan.

Meski demikian, tidak sedikit pula yang masih memandangnya sebelah mata hingga hari ini. Pro kontra tentang hipnotisme pun terus ada mengiringi sejarah dan perkembangannya. Sebenarnya apa itu hipnotisme? Apakah sungguh-sungguh ada kekuatan gaib di belakangnya? Atau semuanya bisa dijelaskan secara ilmiah? 

Sejarah Hipnotis 

Hipnotis sudah dikenal peradaban manusia sejak berabad-abad yang lalu. Naskah-naskah kuno dari India, Mesir, Yunani, Arab, dan lain-lainnya sudah mengenal teknik memusatkan pikiran dan cara memengaruhi orang lain melalui alam bawah sadarnya. Namun pada saat itu hipnotisme mulai dikaitkan dengan ilmu hitam. Hal ini disebabkan belum adanya penelitian secara ilmiah tentang metode penyembuhan pasien dengan cara-cara yang dianggap tidak wajar, seperti usapan-usapan, peletakan tangan, dan lain-lain.


Baca juga :

Catatan tertua tentang hipnotis berasal dari Erbes Papyrus yang menjelaskan teori dan praktik pengobatan bangsa Mesir kuno pada 1552 SM. Dalam naskah itu diceritakan tentang sebuah kuil yang dinamai "Kuil Tidur", di sana para pendeta mengobati pasiennya sambil mengucapkan sugesti untuk penyembuhan. Penduduk setermpat percaya bahwa para pendeta itu memiliki kekuatan. Di sebuah dinding kuil di India juga ditemukan gambar suatu proses pengobatan pada saat pasien dalam kondisi trans yang dicapai melalui suatu tarian atau  gerakan-gerakan monoton dalam acara ritual penyembuhan.

Dan ternyata raja-raja diberbagai belahan bumi di masa lalu, banyak yang mempraktikan cara pengobatan dengan sugesti. Mereka adalah raja mesir yang bernama Pyrrhus, kaisar Vespasian hingga Charles X. Pada tahun 1500-an Paracelcus memperkenalkan istilah "magnetisme" yaitu memanfaatkan magnet untuk menyembuhkan pasien. Cara pengobatan ini kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh Mesmer. 

Pada abad 18 hipnotisme modern mulai muncul. Diawali dari seorang pendeta Katolik, Gassner, yang tinggal di sebelah timur selandia baru. Gasner mengamati seseorang yang dianggap kerasukan setan. Untuk menyembuhkan orang tersebut, setan harus dikeluarkan dari tubuh. Berbeda dengan para penyembuh yang pada zaman itu menutup diri dari tinjauan medis, Gassner mempersilakan para dokter mengobservasi cara penyembuhan yang dilakukannya. 

Yang dilakukan Gassner adalah meminta para pasien duduk berjajar. Seorang asisten Gassner memberikan ceramah, dan mengatakan pada para pasien bahwa jika Gassner menyentuhkan tongkat salibnya ke badan mereka, maka mereka akan tersungkur ke lantai dan tidak sadarkan diri. Dan ketika Gassner menyentuhkan tongkatnya, para pasien tersebut benar-benar tersungku tidak sadarkan diri. Dan ketika pasien itu dibangunkan, maka mereka seperti dilahirkan kembali dalam kondisi suci dan bebas dari setan. 

Salah seorang penganut Paracelcus adalah Anton Mesmer, seorang dokter abad 18 yang mendapat gelar dokter dari universitas di Wina dengan desertasi mengenai pengaruh tenaga magnetis planet-planet terhadap badan manusia dan bumi. Mesmer mula-mula menyembuhkan orang sakit dengan usapan magnet dan kemudian meletakan tangan sambil memindahkan fludium (cairan magnetis) yang menurut Mesmer mengalir dari badannya. Ia tinggal di Paris dimana banyak murid-muridnya mempraktikan cara penyembuhan tersebut dengan semangat menyala-nyala. 

Salah seorang siswanya yang bernama Puysegur menemukan, bahwa dengan passe-passe (gerak-gerak tangan) magnetis bisa ditimbulkan dalam keadaan tidur (somnambule). Dan dengan cara demikian bisa ditimbulkan pula kekejangan pada badan. Setelah tahun 1820, ketika Du Potet yang mashur dan Abbe Faria, dengan hipnotisme (yang telah berkembang dari ajaran Mesmer) mendapat hasil-hasil yang sangat mengagumkan. Meskipun mendapat perlawanan hebat, Du Potet berhasil memaksa tabib-tabib di Rumah Sakit Salpetriere di Paris mempelajari lagi hipnotisme. Setelah mereka menyelidiki gejala-gejala yang ditimbulkan oleh Du Potet, mereka terpaksa mengakui bahwa tidak ada penipuan atau muslihat sedikit pun. Akan tetapi Du Potet dalam banyak hal masih menggunakan passe-passe magnetis untuk menghipnotis. 

Banyak ilmuwan kemudian mempelajari hipnotisme secara ilmiah dan mereka menemukan bahwa ada kaitan antara otak, kondisi alam bawah sadar dan sugesti. Penjelasan ilmiah tersebut yang kemudian meruntuhkan mitos dan cerita mistis dibalik praktek hipnotis.







 


SAMSARA

Samsara atau sangsara dalam agama Buddha adalah sebuah keadaan tumimbal lahir (kelahiran kembali) yang berulang-ulang tanpa henti. Selain agama Buddha, kata samsara juga ditemukan dalam agama Hindu, Jainisme, serta beberapa agama terkait lainnya, dan merujuk kepada konsep reinkarnasi.

DEBUS

Bermakna besi runcing untuk melukai diri. Dalam debus, ada dua alat pokok yaitu besi runcing dan gada (pemukul). Jenis atraksi debus yang asli disebut almadat, yaitu menancapkan besi runcing pada perut dan seseorang memukul besi itu dengan gada. Debus merupakan ajaran tarekat Rifaiyah yang menguji kefanaan murid saat berzikir, digunakan cara-cara "menyakiti" diri. Pemusatan pikirian menuju Tuhan yang optimal, menyebabkan aktifitas penyiksaan itu tidak menimbulkan luka dan rasa sakit. Debus banyak berkembang di Aceh dan Banten.




RAMALAN


Grup Telegram Dunia Gaib

belajar metafisika